Menurut Vincent Gaspersz yang saya kutip dalam sebuah artikel Kualitas Sistem Pendidikan di Indonesia pada 15 Maret 2015 pada pukul 12.24 WIB mengatakan bahwa
SISTEM
pendidikan di Indonesia memang UNIK dan ANEH. Semua permasalahan pendidikan,
termasuk KUALITAS yang rendah, selalu dibebankan kepada siswa/mahasiswa.
Perbaikan BUKAN meningkatkan kualitas sistem pendidikan melalui menerapkan
Total Quality Management in Education (TQME) tetapi menambah beban belajar
kepada siswa/mahasiswa.
Mengikuti
sistem pendidikan di negara-negara maju, peran guru/dosen yang HARUS menutupi
gap (kesenjangan) antar-siswa/mahasiswa dalam kelas, sehingga TIDAK ADA istilah
siswa/mahasiswa tahan kelas atau TIDAK LULUS. Sebaliknya di Indonesia para
siswa/mahasiswa yang ditambah beban belajarnya, BUKAN guru/dosen yang
"dimotivasi" untuk belajar bagaimana meningkatkan kualitas proses
pembelajaran sehingga lulusan dari sistem pendidikan dapat berkompetisi di
pasar tenaga kerja global.
Contoh
nyata dalam Peraturan Mendikbud RI No. 049 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi. Agar meningkatkan
"kualitas pendidikan tinggi", maka jumlah SKS untuk mahasiswa
pascasarjana (S2) ditambah dari 36 SKS menjadi 72 SKS, yang berarti lama studi
yang normal selama empat semester ditambah menjadi sekitar delapan semester
(empat tahun). Pada saat yang sama,
pendidikan pascasarjana (S2) dalam bidang bisnis (seperti MBA/MM) di USA sedang
dipertimbangkan untuk dikurangi dari lama belajar selama dua tahun menjadi satu
tahun, karena negara-negara di Eropa sekarang telah menyelenggarakan pendidikan
MBA/MM dalam waktu 10-12 bulan saja.
Sekolah-sekolah
bisnis di Eropa, meskipun memberlakukan jalur cepat untuk memperoleh MBA/MM
hanya dalam maksimum 12 bulan (selama empat periode @tri-wulan), tetapi
sekolah-sekolah itu bereputasi kelas
dunia melalui terakreditasi AACSB (The Association to Advance Collegiate
Schools of Business). Sedangkan di Indonesia baru hanya ada satu sekolah yang
terakreditasi AACSB, yaitu: Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM (itupun akreditasi
AACSB baru diperoleh Mei 2014, dalam proses yang panjang dan berliku sekitar
delapan tahun).
Hal
ini yang disebut UNIK, karena di negara-negara maju proses pendidikan didesain
dan diimplementasikan agar CEPAT menghasilkan standar lulusan yang berkualitas
dan diakui dunia (reputasi kelas dunia) melalui seleksi mata pelajaran yang
diajarkan sesuai kebutuhan, tetapi di Indonesia proses pendidikan "sengaja
diperlambat" melalui menambah mata pelajaran tanpa jaminan standar lulusan
yang berkualitas dan diakui dunia (reputasi kelas dunia).
Di
samping ke-UNIK-an di atas, maka ke-ANEH-annya adalah meskipun sistem
pendidikan di Indonesia telah "menambah waktu dan beban belajar",
tetapi ranking pendidikan di Indonesia adalah yang paling rendah (nomor 40)
dari ranking 40 negara di dunia, berdasarkan publikasi terbaru dari Pearson
Education (2014).